Jakarta, Rifan Financindo - Memasuki usia ke-72 tahun, Indonesia masih mengandalkan bantuan sosial (bansos) sebagai strategi untuk memerdekakan masyarakat yang masih berada dalam jeratan kemiskinan. Pada tahun ini, pemerintah mengalokasikan anggaran bansos sebesar Rp162 triliun, atau hanya naik 2,66 persen dibanding proyeksi tahun ini sebesar Rp157,8 triliun.
Berdasarkan data terakhir Badan Pusat Statistik hingga Maret 2017, jumlah penduduk miskin mencapai 27,77 juta orang atau 10,64 persen dari total penduduk Indonesia. Adapun pada tahun ini, pemerintah menargetkan dapat menurunkan presentase penduduk miskin ke kisaran 9,5 persen hingga 10 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, bansos masih menjadi andalan pemerintah dalam menurunkan kemiskinan karena mampu menjadi stimulus penopang kebutuhan masyarakat yang belum bisa ditutup oleh penghasilannya sendiri. Adapun pada tahun ini, kendati kenaikan anggarannya tak signifikan, penyaluran bansos dijanjikan akan lebih tepat sasaran.
"Tantangannya adalah membentuk bagaimana mereka (bansos) tidak bocor, bagaimana mereka bisa betul-betul mencapai masyarakat yang membutuhkan," ujar Sri Mulyani di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jumat (18/8).
Pada tahun ini, menurut Sri Mulyani, pemerintah akan menambah jumlah penerima bansos. Dia mencontohkan, jumlah penerima Program Keluarga Harapan (PKH) yang semula diberikan kepada enam juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) tahun ini, dinaikkan menjadi 10 juta KPM pada tahun depan.
Adapun guna memastikan anggaran tepat sasaran, pemerintah menurut Sri Mulyani akan mengandalkan pemberian bansos secara nontunai. Hal tersebut dilakukan agar anggaran langsung diterima masyarakat dan benar-benar digunakan untuk membeli kebutuhan pangan. Selain itu, bansos nontunai juga diharapkan memperluas inklusi keuangan.
"Bantuan negara nontunai dinaikkan menjadi 10 juta," kata Sri Mulyani.
Selain dana bansos, pemerintah juga akan mengucurkan dana desa yang diharapkan dapat ikut menurunkan angka kemiskinan. Sri Mulyani mengaku awalnya ingin mengucurkan dana desa sebesar Rp60 triliun pada tahun ini. Namun, seiring adanya instruksi penghematan dari Presiden Joko Widodo, maka anggaran dana desa terpaksa dipangkas menjadi Rp58 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Perubahan (APBN-P) tahun 2017.
Adapun pada tahun depan, Sri Mulyani akan kembali memasang target dana desa seperti yang semula ingin dipasang pemerintah tahun ini. Pembedanya, dana desa di tahun depan benar-benar difokuskan pada penumpasan kemiskinan, yang dilakukan dengan cara menurunkan porsi alokasi yang dibagi merata dan meningkatkan alokasi formula.
Kemudian, dana desa juga akan diberikan dengan bobot yang lebih besar kepada jumlah penduduk miskin, dan pemberian afirmasi kepada daerah tertinggal dan desa yang sangat tertinggal dengan jumlah penduduk miskin yang tinggi akan diperbesar. Pasalnya, Sri Mulyani masih percaya bahwa efek dari dana desa tak kalah ampuh dengan bansos.
Bersamaan dengan dana desa, ada pula Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik yang dianggarkan sebesar Rp62,4 triliun di Rancangan APBN 2018. "Dana alokasi khusus fisik ini tujuannya untuk menghadapi kemiskinan di tingkat akar rumput, itu akan efektif," imbuh Sri Mulyani.
Adapun dengan DAK fisik, bendahara negara itu menyebutkan, akan difokuskan untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur layanan publik, afirmasi bagi daerah tertinggal, perbatasan, kepulauan, dan trasmigrasi.
"Infrastruktur yang terkoneksi dengan pasar sehingga mereka (masyarakat) bisa memiliki aktivitas ekonomi yang berkelanjutan. Sehingga itu bisa tekan kemiskinan dan kurangi kesenjangan," terang Sri Mulyani.
Adapun target penumpasan kemiskinan Sri Mulyani di tahun depan, ditargetkan bisa turun hingga ke tingkat 9,5 persen sampai 10 persen. Sedangkan dari sisi ketimpangan (gini ratio) dipatok mampu merosot ke angka 0,38 dari realisasi saat ini sebesar 0,384. Lalu, tingkat pengangguran diharapkan hanya 5,0 persen sampai 5,3 persen.
0 komentar:
Posting Komentar