Jakarta - Kalangan produsen, distributor dan importir pelumas yang tergabung dalam Perhimpunan Distributor, Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (Perdippi) merasa keberatan dengan rencana pemerintah mewajibkan label SNI (Standar Nasional Indonesia) pada produk pelumas.
Selama ini, produsen pelumas memiliki Nomor Pelumas Terdaftar (NPT). NPT adalah Nomor yang diberikan oleh Ditjen Minyak dan Gas Bumi terhadap suatu nama dagang Pelumas setelah memenuhi persyaratan yang ditetetapkan.
Kenapa diterbitkan oleh Ditjen Migas, karena memang pelumas adalah produk yang peredarannya di bawah pengawasan Ditjen Migas. Nomor NPT bisa didapatkan biasanya di bagian bawah botol atau kemasan pelumas.
Pada saat pelumas akan didaftarkan, harus melalui tes laboratorium di Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas). Semua formula pelumas dibongkar di laboratorium itu.
"Sudah ada 8.000 lebih NPT yang diterbitkan di Indonesia. Meskipun ada 8.000-an bukan berarti ada ribuan merek, tapi ratusan merek pelumas lah," ujar Ketua Umum Perdippi Paul Toar.
Jika pemerintah memaksakan menggunakan SNI, impor produk pelumas akan semakin sulit, dan dia khawatir akan terjadi masalah di proses distribusi pelumas terutama ke daerah-daerah terpencil.
"Ini akan menambah kerumitan di pintu masuk bagi pelumas impor karena Bea Cukai bekerja berdasarkan HS Code, dan tidak semua pelumas memiliki SNI. Selain itu banyak persoalan dalam distribusi, polisi dalam rangka penegakan SNI wajib pelumas akan susah membedakan mana pelumas yang SNI wajib dan mana yang belum. Kerumitan ini akan terjadi terutama sekali di daerah terpencil," ujarnya.
sumber: www.detik.com
PT Rifan Financindo Berjangka