AXA Tower Kuningan City

COMODITY

Sesuatu benda nyata yang relatif mudah di perdagangkan, yang biasanya dapat dibeli atau dijual oleh Investor melalui bursa berjangka

PT. RIFAN FINANCINDO BERJANGKA

Jl. Prof. DR. Satrio Kav. 18 Kuningan Setia Budi, Jakarta 12940 Telp : (021)30056300, Fax : (021)30056200

Transaksi anda kami jamin aman dari virus, hacker atau gangguan sejenisnya. Karena trading platfoen kami telah terproteksi sangat baik

Tampilkan postingan dengan label Ekonomi China. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ekonomi China. Tampilkan semua postingan

Rabu, 04 Januari 2017

Data Industri Manufaktur China Pengaruhi Gerak Rupiah | RFB


Jakarta, - Rupiah pagi ini dibuka di angka Rp 13.465 di mana Rp 13.525 masih menjadi level resisten untuk rupiah hari ini. Secara harian, rupiah terlihat masih sideways dengan range pergerakan Rp 13.450 hingga Rp 13.500.

Sentimen Global terutama data industri manufaktur China masih menjadi salah satu hal yang mempengaruhi pergerakan rupiah hari ini. Kepemilikan surat utang Indonesia oleh pihak asing ditutup stabil di akhir tahun 2016 di angka Rp 665,808 triliun.

Demikian disampaikan Analis Global Market Bank Mega, James Evan Tumbuan dalam risetnya seperti dikutip detikFinance, Rabu (4/1/2017).

Mengawali tahun 2017, Wall Street dibuka positif 0,8%, kenaikan pada S&P 500 serta NASDAQ. Saham sektor energi menjadi top 3 yang mendukung penguatan bursa saham AS.

Data fundamental ISM manufacturing PMI (Survey terhadap 300 perusahaan manufaktur US) bulan Desember ditutup positif di level 54,7. Yield US Treasury 30 Y -3bps menjadi 3,05% sedangkan untuk benchmark 2 Y dan 5Y mengalami peningkatan yield sebanyak 3,5 bps. Preferensi market masih tertuju pada dolar AS, di mana US$ menguat terhadap GBP, EUR serta JPY.

Di regional, data industri manufaktur China atau Caixin PMI Desember 2016 ditutup positif di angka 51,9. Hal ini membuat bursa saham secara global menguat seiring juga dengan optimisme market mengenai pertumbuhan ekonomi secara Global.

FTSE 100 +0,49%, Nikkei +1,41% au 273.12 poin. Aussie mencoba titik resisten 0.7245 untuk chart harian di mana grafik menunjukkan potensi Aussie melemah ke level 0.7175 secara long term. Euro menyentuh level terendah semenjak 14 tahun terakhir sedangkan untuk chart harian pergerakan Euro akan berkisar di angka 1.0350-1.0450.


RifanFinancindo

Selasa, 01 November 2016

Indeks Manufaktur China Melonjak | PT Rifan Financindo Berjangka


Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Indeks pabrik resmi China melonjak, menunjukkan bahwa stabilisasi ekonomi berlanjut ke kuartal keempat karena konsumsi yang kuat mendasari permintaan.

Indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur naik menjadi 51,2 pada bulan Oktober, menurut angka dari Biro Statistik Nasional hari Selasa, dibandingkan dengan perkiraan rata-rata dari 50,3 dalam survei Bloomberg terhadap para ekonom dan pembacaan 50,4 pada dua bulan sebelumnya. Indeks non-manufaktur PMI berada di angka 54 dibandingkan dengan sebelumnya 53,7 pada bulan September. Jumlah yang lebih dari 50 menunjukkan kondisi membaik.

Dengan ekspansi ekonomi stabil dalam setahun dan indeks harga pabrik naik untuk pertama kalinya sejak 2012, para pembuat kebijakan bertindak untuk menekan risiko dari kenaikan harga rumah, utang perusahaan tinggi dan produk perbankan bayangan. tanda-tanda yang baik untuk stabilitas juga dapat menjaga bank sentral menahan setelah menjaga suku bunga utama pada rekor terendah lebih dari setahun terakhir.

Ekonomi terbesar kedua di dunia telah mencatatkan tiga perempat beruntun untuk pertumbuhan 6,7 persen, menjaga ekspansi berada di jalur untuk mencapai target pemerintah. Intelijen Bloomberg China yang melacak data produk domestik bruto (PDB) berada di angka 7.11 persen pada September. (knc)


Senin, 13 Juni 2016

Ekonomi China Stabil Pada Mei Bahkan Ditengah Melambatnya Pertumbuhan Investasi


Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Ekonomi China stabil pada bulan Mei terkait pesta kredit awal tahun ini yang moderat.

Produksi industri naik 6% dari tahun sebelumnya pada bulan Mei, sesuai dengan perkiraan ekonom, biro statistik nasional hari Senin. penjualan ritel naik 10% bulan lalu, sementara investasi aset tetap meningkat 9,6% dalam lima bulan pertama tahun 2016, hilang semua 38 ekonom perkiraan.

"Kami percaya momentum berurutan dalam pertumbuhan ekonomi telah cenderung tetap tangguh pada bulan Mei," Bank of America Corp analis termasuk Helen Qiao menulis dalam sebuah catatan penelitian menjelang rilis data. "Pemulihan pasar properti dan peningkatan pendanaan proyek untuk proyek-proyek infrastruktur di beberapa bulan terakhir akan terus memberikan dukungan untuk kegiatan industri dalam waktu dekat."

Data menunjukkan pengembangan investasi properti naik 7% pada periode Januari-Mei.



Sumber: Bloomberg

Senin, 09 Mei 2016

Ekonomi China Masih Lesu, Ekspor-Impor Turun di April

Ekonomi China Masih Lesu, Ekspor-Impor Turun di April
Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Kinerja ekspor dan impor China pada April 2016 turun di bawah ekspektasi pelaku ekonomi. Permintaan di dalam dan luar negeri masih lemah.

Dilansir Reuters dari Data Kepabeanan China, Senin (9/5/2016), ekspor China di April turun 1,8% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Ini menunjukkan kondisi perdagangan internasional masih menantang di tahun ini.

Impor China di April turun tajam 10,9% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Ini merupakan penurunan dalam 18 bulan berturut-turut. Menunjukkan masih lemahnya permintaan di dalam negeri, meski pembangunan infrastruktur digenjot, dan kredit tumbuh tinggi di kuartal I-2016.

"Ekspor dan impor melemah di bawah ekspektasi, ini sejalan dengan performa perdagangan di Asia. Ini menunjukkan tahun ini masih menantang di emerging market," kata Zhou Hao, Ekonom Senior Commerzbank di Singapura.

Ekspor China ke Amerika Serikat turun 9,3% di April, sementara ke Uni Eropa naik 3,2%.

Pemerintah China sudah melakukan berbagai cara untuk menggenjot ekspor, seperti mendorong kredit perbankan.

Surplus perdagangan China di April mencapai US$ 45,56 miliar, di atas prediksi pelaku ekonomi, sebesar US$ 40 miliar.

Pada kuartal I-2016 lalu, ekonomi China melambat ke 6,7%, ini angka terendah sejak krisis ekonomi dunia di 2008/2009 lalu. Namun aktivitas ekonomi di Maret lalu meningkat setelah beragam kebijakan diambil, termasuk pemangkasan suku bunga acuan.

Meski ekspor melambat, namun porsi pangsa pasar ekspor China di dunia naik menjadi 13,8%, dari 12,3% di 2014 lalu. Ini menunjukkan barang ekspor China masih kompetitif harganya.



Sumber : http://finance.detik.com/

Selasa, 10 November 2015

Saat Ekonomi Lesu, SUV Masih Jadi Idola Konsumen di China

aat Ekonomi Lesu, SUV Masih Jadi Idola Konsumen di China
Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Penjualan varian Sport Utility Vehicle (SUV) di China mengalami kenaikan di saat varian lain membukukan penurunan penjualan di saat perekonomian negeri itu lesu. Kapasitas mobil yang besar dan tren gaya hidup menjadi alasannya.
Seperti dilaporkan CNN, Senin (8/11/2015), China Association of Automobile Manufacturers menyebut, sepanjang September lalu penjualan mobil jenis ini naik 58 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Padahal, di saat yang sama penjualan mobil jenis lainnya melorot.
"Konsumen memiliki mobil pertama dan ingin (mencoba) pengalaman mobil kedua," kata Daniel Kirchert, presiden merek mewah milik Nissan, Infiniti, di China. "Mereka ingin mencoba konsep baru,” imbuhnya.
Kichert tak asal bicara. Dia menyodorkan bukti penjualan varian terbaru Infiniti yakni SX50 yang dibuat khusus untuk pasar Negeri Tirai Bambu itu. Dalam hitungan hari, penjualan mobil ini sudah cukup mencorong.
Menurut Kichert, daya tarik mobil ini selain gaya desain, teknologi, serta performa juga kapasitas yang besar. “Konsumen ingin bisa mengangkut teman (kerabat) saat bepergian,” ucapnya.
Moncernya penjualan SUV juga dinikmati General Motors (GM). Pabrikan yang meluncurkan SUV baru pada Juli lalu itu bahkan berhasil lolos dari potensi penurunan penjualan di China. Dia berhasil menempati urutan ketiga terbesar di negeri itu.
Yale Zhang, Managing Director AutoForesight di Shanghai, faktor lain yang menarik konsumen China membeli SUV adalah harga yang lebih miring. Harga seperti itu terutama ditawarkan oleh mobil buatan dan merek lokal
Hal ini bisa terjadi, karena kebanyak konsumen di negara berpenduduk terbanyak di dunia itu tak mengutamakan SUV yang bisa melahap medan off-road. Namun, merek lebih menekankan pada tampilan alias gaya hidup, terlebih mobil bisa dikendarai kemana saja.
Permintaan SUV diperkirakan tetap tinggi, karena banyak keluarga di negara itu menginginkan mobil kedua yang bisa digunakan bersama-sama. Apalagi, mereka juga memiliki banyak keluarga.

Sumber: http://oto.detik.com/

Rabu, 30 September 2015

Wall Street 'Dihantui' Perlambatan Ekonomi China

Wall Street Dihantui Perlambatan Ekonomi China
Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Bursa saham Wall Street masih belum stabil dan bergejolak pada perdagangan Selasa. Kekhawatiran terhadap kesehatan ekonomi global, akibat perlambatan ekonomi China, masih menjadi perhatian investor.

Indeks saham S&P 500 sempat menyentuh level terendahnya, namun setelah itu kembali naik.

"Saya tidak pernah mengira (S&P 500) akan menyentuh level terendah itu. Namun kita butuh menjaga agar tidak terjadi lagi," kata Analis, Randy Frederick, dilansir dari Reuters, Rabu (30/9/2015).

Sektor farmasi dan bioteknologi menghadapi tekanan, setelah kandidat calon presiden Partai Demokrat, Hillary Clinton, mengkritisi soal harga obat pekan lalu.

Indeks Dow Jones naik 0,3% ke 16.049,13. Indeks S&P 500 naik 0,12% ke 1.884,09. Sementara indeks Nasdaq turun 0,59% ke 4.517,32.

Ada sekitar 7,9 miliar lembar saham yang ditransaksikan, di atas rata-rata transaksi harian yaitu 7,3 miliar lembar saham.

Penurunan indeks Nasdaq terjadi, karena harga saham Apple jatuh 3,01%, sehari setelah perusahaan ini melaporkan rekor penjualan iPhone seri terbarunya. Para investor menunggu data-data terbaru ekonomi yang akan dikeluarkan pekan ini. Guna mencari sentimen baru penggerak bursa.

Sumber: http://finance.detik.com/

Selasa, 25 Agustus 2015

Wall Street Anjlok karena Investor Bingung Akan Ekonomi China

Traders work on the floor of the NYSE in New York
Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Kebingunan akan ekonomi China membuat indeks saham AS anjlok hampir 4 persen pada Senin dalam sesi volatile yang luar biasa. Hal ini membuat S&P 500 terkoreksi bahkan setelah saham Apple Rebound.
Dow Jones Industrial Averaga (DJIA) merosot lebih dari 1.000 poin, hal ini menjadi perdagangan intraday paling dramatis yang pernah terjadi.
Mengutip laman reuters, New York (25/8/2015), penurunan Senin diikuti kemerosotan 8,5 persen di pasar China, yang memicu aksi jual di saham global bersama dengan minyak dan komoditas lainnya.
Volatilitas Wall Street melonjak bulan ini karena investor menjadi semakin khawatir tentang tersandung potensi ekonomi China dan setelah Beijing mengejutkan mendevaluasi mata uangnya.
Beberapa investor dibongkar saham menjelang penutupan setelah mencari untuk membuat uang dari ayunan harga stabil di awal sesi.
"Jika hal-hal tidak menetap di China, kita bisa memiliki lagi besok terbuka jelek dan Anda tidak ingin ditangkap memegang posisi Anda membeli pagi ini," kata Direktur perdagangan dan derivatif untuk Charles Schwab di Austin . Randy Frederick.
Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup turun 588,4 poin atau 3,57 persen di 15,871.35. The S & P 500 kehilangan 77,68 poin atau 3,94 persen, ke 1,893.21, memasukkannya secara resmi dalam mode koreksi.
Indeks dianggap koreksi ketika menutup 10 persen di bawah 52 minggu yang tinggi. Dow dikonfirmasi berada di koreksi pada hari Jumat.
Nasdaq Composite turun 179,79 poin atau 3,82 persen ke 4,526.25, juga di koreksi. Semua 10 besar S & P 500 sektor turun, dengan energi kehilangan 5,18 persen.

Sumber : http://economy.okezone.com/

Jumat, 21 Agustus 2015

Ekonomi China Melemah, Penjualan Fesyen Terkenal Anjlok

252047_koleksi-cruise-2015-louis-vuitton_663_382
Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Perusahaan di negara barat yang memproduksi merek terkenal barang mewah, seperti  mendapatkan hantaman keras dari Bank Rakyat China (The People’s Bank of China) pada pekan lalu. 
Kenapa? Karena bank sentral Negara Panda tersebut tiba-tiba memutuskan melakukan pelemahan (devaluasi) mata uangnnya, yuan, sebesar 3 persen dalam jangka waktu dua hari.
Dilansir dari Business Insider, Jumat 21 Agustus 2015, pelemahan Yuan membuat produsen merek-merek terkenal tersebut mengorbankan keuntungannya dari impor internasional. Barang-barang yang diproduksi di Amerika Serikat (AS) atau Eropa, tiba-tiba menjadi mahal bagi pembeli yang berpendapatan yuan. 
Ketika China mendevaluasi mata uangnya, investor di AS mulai memperkirakan bahwa keuntungan beberapa perusahaan besar produsen barang mewah akan menurun. Dengan seketika, saham Salvatore Ferragamo, LVMH, Richemont, Swatch dan Burberry pun akhirnya merosot lebih dari 5 persen. 
Analis dari Deutsche Bank dalam catatannya menunjukkan betapa bergantungnya pengecer barang-barang bermerek tersebut dengan pengecer di China. Sekitar 10-20 persen dari pendapatan merek ternama tersebut berasal dari Negara Tirai Bambu tersebut. 
Pendapatan jam tangan mewah merek Swatch misalnya, 20 persennya diperoleh dari pasar China. Diikuti oleh Ferragamo, Gucci, Burberry sebesar 14 persen, kemudian Hermes 12 persen, Prada dan Moncler 11 persen serta Louis Vuitton 10 persen. 
Jumlah pendapatan tersebut terus naik lebih tinggi bahkan lebih besar dibandingkan pendapatan merek-merek terkenal tersebut di negara asalnya. Apalagi, banyak wisatawan kaya asal China yang mungkin berbelanja di Hong Kong, Jepang atau Eropa. 
Memiliki basis penjualan yang solid di China merupakan prospek yang menggiurkan untuk perusahaan-perusahaan tersebut dalam beberapa tahun terakhir. Di tengah stagnannya penjualan di seluruh dunia, konsumen China, terutama kelompok berpenghasilan lebih tinggi, terkenal suka menghabiskan uang untuk berbelanja seperti tidak ada hari esok.
Tapi, perlambatan ekonomi Negara Panda tersebut akan tercermin dalam kinerja perusahaan-perusahaan. Deutsche Bank mencatat bahwa devaluasi 5 persen yuan akan memukul keuntungan penjualan barang-barang mewah itu rata-rata 4 persen tahun ini. (one)

Sumber: http://bisnis.news.viva.co.id/