AXA Tower Kuningan City

COMODITY

Sesuatu benda nyata yang relatif mudah di perdagangkan, yang biasanya dapat dibeli atau dijual oleh Investor melalui bursa berjangka

PT. RIFAN FINANCINDO BERJANGKA

Jl. Prof. DR. Satrio Kav. 18 Kuningan Setia Budi, Jakarta 12940 Telp : (021)30056300, Fax : (021)30056200

Transaksi anda kami jamin aman dari virus, hacker atau gangguan sejenisnya. Karena trading platfoen kami telah terproteksi sangat baik

Tampilkan postingan dengan label pajak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pajak. Tampilkan semua postingan

Rabu, 08 November 2017

Bikin NPWP dan Lapor SPT Pajak Bakal Bisa Lewat Gojek | PT Rifan Financindo

Jakarta, Rifan FinancindoDirektorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan menyatakan, bahwa pemerintah akan memanfaatkan Gojek Indonesia sebagai application service provider (ASP) dalam bidang pajak.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Ditjen Pajak, Iwan Guniardi di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (7/11/2017).

"Pak Nadiem itu kan minta supaya beliau bisa diberikan atau bisa dijadikan sebagai ASP (application service provider) lah," kata Iwan.

Iwan menjelaskan, ASP yang dimaksud adalah untuk menjadi agen pajak dalam ahli pembuatan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) hingga pembayaran SPT Tahunan.

"Orang bisa registrasi NPWP lewat sehingga beliau akan menjadi salah satu agen kita," ungkap dia.

Keinginan Gojek Indonesia, kata Iwan, juga sejalan dengan rencana Ditjen Pajak dalam mengembangkan sistem perpajakan nasional. Keinginan Nadiem Makarim juga telah mendapat restu dari Sri Mulyani Indrawati.

"Nanti sisi aturan kami lihat. Aturannya harusnya enggak ada masalah juga karena tadi bu menteri sudah meng-endorse," papar dia.

"Nanti ke depan juga SPT, semua. Ya namanya agen pajak, itu bisa pembayaran dan segala macam. Coba kita lihat aja nanti aturannya. Dari sisi teknologi enggak ada masalah," pungkas dia.



sumber: detik


Baca juga:

Jumat, 31 Maret 2017

Tax Amnesty Belum Capai Target | PT Rifan Financindo

Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Program pengampunan pajak alias tax amnesty menyisakan waktu dua hari ke depan. Akan tetapi realisasinya masih di bawah target, kecuali untuk deklarasi harta.

Lihat juga: Soal Tax Amnesty Tak Capai Target, Ini Kata Ditjen Pajak | PT Rifan Financindo

detikFinance, Rabu (29/3/2017) merangkum dalam infografis berikut ini:





Senin, 11 April 2016

Surga Pajak

Surga Pajak
Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Surga pajak atau tax haven tengah jadi buah bibir banyak orang. Tidak hanya di Indonesia tapi di dunia. Kalau di warung kopi terlalu sulit untuk mencarinya, coba saja lihat di berbagai media sosial.

Ini berawal dari dokumen bernama Panama Papers. Sajian informasi rahasia milik firma hukum Mossack Fonseca yang kemudian bocor dan menimbulkan kehebohan.

Wajar kalau heboh, karena dalam informasi tersebut melibatkan daftar pemimpin negara, pejabat dan politisi, pengusaha, atlet, hingga kalangan artis. Bayangkan, Perdana Menteri Islandia Sigmundur David Gunnlaugsson sampai mengundurkan diri pada Selasa 5 April 2016, sebab namanya tercantum dalam dokumen tersebut dan memicu amukan rakyat.

Tapi apa yang salah dengan surga pajak?

Dalam artikel milik Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis, yang dikutip detikFinance, Senin (11/4/2016), tertulis surga pajak adalah suatu negara atau wilayah yang mengenakan pajak rendah, atau sama sekali tidak mengenakan pajak, serta menyediakan tempat yang aman bagi simpanan untuk menarik modal masuk.

Prastowo menyebutkan, tujuh surga pajak terindah di 2007 lalu adalah Swiss, Liechtenstein, Austria, Panama, Saint Kitts and Nevis, Belize, dan Hong Kong.

Sementara negara dengan surga untuk penempatan aset ada 11 wilayah, yakni Jersey (Channel Island / European Mediterania), Liechtenstein, The Cayman Island, St Kitt Nevis, Panama, Gilbatar, Isle of Man, Bermuda, Bahamas, Austria, dan New Zealand.

Hadirnya surga pajak merupakan imbas dari peningkatan tarif pajak berbagai negara. Bukan setahun atau sepuluh tahun yang lalu, tapi sejak 1984 yang bermula di Inggris. Negara seperti Swiss, Zurich, dan Basel muncul sebagai surga pajak baru, karena negara-negara Eropa menerapkan pajak sampai dengan 72%.

Selanjutnya muncul Caymand Island pada 1960, dengan dukungan perbankan Kanada. Diikuti oleh Panama dan sederet wilayah lain dengan konsep yang tidak jauh berbeda.

Bagi pemilik modal, tentu tidak ada alasan menolak tawaran surga pajak. Manfaat yang diberikan adalah peluang diversifikasi investasi, strategi menangguhkan beban pajak, perlindungan aset yang kuat, hasil investasi bebas pajak, keleluasaan dan privasi, imbal hasil yang lebih besar, pengusrangan beban pajak, menghindari restriksi mata uang, dan  peluang mengembangkan bisnis.

Caymand Island yang luasnya hanya 264 km persegi mampu memiliki 70 ribu perusahaan, 430 bank, 720 perusahaan asuransi, dan 7.000 fund manager. Padahal negara pulau kecil ini tercatat hanya memiliki 5.400 pegawai dan terdapat satu alamat dengan 18 ribu perusahaan.

Cayman memiliki asset 1,3 kali PDB Norwegia (US$ 499,8 miliar di 2014). Angka fantastis juga terdapat pada wilayah yang disebut surga pajak lainnya.

Wilayah tersebut menjadi basis bagi perusahaan yang ingin berinvestasi kepada banyak negara. Sebanyak 33% total investasi langsung, berasal dari wilayah surga pajak. Tak terkecuali Indonesia. Pada 2015 lalu, dalam 20 daftar investor terbesar di Indonesia, asal negaranya adalah Caymand Island, British Virgin Island, dan Mauritius.

Bila melihat ke dalam landasan awal, tentunya bukan merupakan sebuah kesalahan bagi pemilik modal untuk menikmati aneka tawaran surga pajak. Hak bagi mereka untuk memutar modal yang dimiliki dan mendapatkan keuntungan yang besar. Terutama bagi yang ingin berinvestasi ke negara lain.

Namun, ada beberapa pihak yang memang sengaja menyalahgunakan surga pajak. Seperti untuk area pencucian uang dan penggelapan pajak. Kondisi ini mengancam stabilitas sistem keuangan.

Otoritas pajak di dunia memiliki keterbatasan mendeteksi surga pajak tersebut. Bahkan sekaliber otoritas pajak milik Amerika Serikat (AS) Internal Revenue Service (IRS), ternyata masih belum sanggup.

Pemilik modal asal AS, mungkin tidak akan memilih Panama sebagai surganya, karena masih  terdeteksi IRS. Tapi ada pilihan Swiss dan Luksemburg yang lebih jauh.

"Karena Panama termasuk di bawah AS, mudah dikejar IRS. Kalau Swiss dan Luksemburg kan lebih sulit," terang Prastowo.

Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Nama orang Indonesia yang tertera dalam Panama Papers atau terlibat pada surga pajak manapun belum dapat dipastikan bersalah. Kembali lagi, banyak tujuan pemilik modal untuk memanfaatkan fasilitas dari surga pajak.

Harus ada pembuktian dari Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) agar statusnya menjadi lebih jelas. Dokumen apapun bisa saja menjadi acuan. Langkah selanjutnya adalah klarifikasi dari wajib pajak, baik dari skema bisnis yang dijalankan, hingga transaksi keuangan maupun aset.

Indonesia juga membutuhkan aturan terkait dengan General Anti Avoidance Rules (GAAR). Aturan ini mencakup perencanaan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak beserta promotornya. Promotor adalah bank dan konsultan hukum.

"Belum bisa (dikatakan salah), sampai ada bukti memang melanggar aturan pajak," kata Darussalam, pengamat pajak dari Danny Darussalam Tax Center.


Sumber: http://finance.detik.com/

Senin, 28 Maret 2016

Laporan SPT Melalui E-Filling Ditargetkan 7 Juta di 2016

Laporan SPT Melalui E-Filling Ditargetkan 7 Juta di 2016
Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Direktorat Jenderal Pajak terus meningkatkan target penerimaan pajak pribadi dari tahun ke tahun. Di tahun 2016 ini Direktorat Jenderal Pajak menargetkan pencapaian SPT hingga 14,6 Juta dengan 7 juta diantaranya merupakan pelaporan melalui e-filling.

"Di tahun 2016 ini target e-filling sebanyak 7 juta, sampai saat ini pencapaiannya sudah 3,6 juta, dengan target total pelaporan 14,6 juta," terang Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Pajak Edi Slamet Irianto saat jumpa pers setelah Pelantikan Pejabat Fungsional di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Pusat, Senin (28/03/2016).

Target ini mengalami peningkatan dibandingkan dari tahun sebelumnya dengan total 12,6 juta pelapor dengan pencapaian mencapai 86%.

"Di tahun 2015 keseluruhan 12,6 juta dipenuhi 86% yaitu, 10,9 juta," jelas Edi.

Sedangkan target pelaporan melalui e-filling di tahun 2015 lalu mampu melebihi target dari 2 juta menjadi 2,6 juta orang.

"2015 e-filling target 2 juta, dengan yang sudah dipenuhi 2,6 juta," tambah Edi.

Diharapkan pada tahun ini pemeriksaan pajak pribadi dan badan dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih cepat sehingga dapat mencapai target yang telah ditetapkan.

"Target pemeriksaan semaksimal mungkin untuk mendorong yang ditetapkan pemerintah. Pemeriksaan berbasis data diharapkan dapat dkselesaikan tidak terlalu lama, badan hukum paling lama sebulan, orang pribadi di bawah itu," tutur Edi.


Sumber: http://finance.detik.com/

Kamis, 25 Juni 2015

Lazada Siap Jika Pajak e-Commerce Diterapkan

\Lazada Siap Jika Pajak e-Commerce Diterapkan\
Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Wacana penerapan pajak untuk e-commerce terus bergulir. Namun sampai saat ini belum ada kepastian. Meskipun begitu, para perusahaan e-commerce merasa siap jika pajak e-commerce itu diterapkan.
Salah satu perusahaan e-commerce raksasa, Lazada merupakan salah satu dari perusahaan yang menyatakan kesiapannya terhadap wacana tersebut.
"Kami akan turuti semua peraturan yang ada di Indonesia, termasuk pengenaan pajak tersebut," ujar Chief Marketing Officer Lazada Indonesia Sebastian Sieber kepada Okezone di Senayan City, Jakarta belum lama ini.
Sebastian mengaku, hubungan antara Lazada Indonesia dan pemerintah saat ini masih terjalin dengan baik. Bahkan, Lazada Indonesia diikutsertakan dalam pembentukan wacana kebijakan baru tersebut.
"Kami juga diajak berpartisipasi dalam pembentukan regulasi ini oleh pemerintah. Apapun hasilnya pasti disesuaikan dengan situasi yang ada diindonesia, kami percaya itu," imbuhnya.
Sebastian juga menegaskan, apapun regulasi yang dibuat oleh pemerintah, Lazada Indonesia akan tetap mematuhinya dan akan tetap hadir di Indonesia.
"Kami akan tetap hadir disini. Selama ini kami selau membayar kewajiban pajak kami," pungkas Sebastian.

Sumber: http://economy.okezone.com/

Senin, 11 Mei 2015

Ini Alasan Tas Hingga Jam Tangan Mahal Batal Kena Pajak Barang Mewah

To match Analysis INDONESIA-WEALTHY/
Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Rencana Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengenakan pajak penghasilan atas barang yang tergolong sangat mewah untuk perhiasan, jam tangan, tas dan sepatu bernilai fantastis batal dilakukan.
Direktur Penyuluhan dan Pelayanan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Ditjen Pajak Mekar Satria Utama menuturkan, alasannya adalah kerumitan sistem administrasi untuk menjangkau subjek pajaknya.
"Pertimbangannya adalah masalah administrasi, karena kalau itu kan tersebar ke semua tempat dan menyentuh ke semua masyarakat," ungkap Direktur P2 Humas Mekar kepada detikFinance, Jumat (8/5/2015)
Menurut Mekar, ini berbeda dengan barang-barang seperti pesawat terbang pribadi, helikopter, kapal pesiar, apartemen, dan lainnya sesuai yang tertera dalam Peraturan Menteri Keuangan No 90/PMK.03/2015.
"Kalau kapal pesiar dan pesawat terbang itu tidak sebanyak barang-barang ritel perhiasan, tas, sepatu. Jadi supaya tidak menyulitkan juga untuk pemungutannya," jelas Mekar.
Berikut rinciannya barang yang dikenakan PPH atas barang mewah:
  • Pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi
  • Kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya
  • Rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga. Pengalihannya lebih dari Rp 5 miliar atau luas bangunan lebih dari 400 m2
  • Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 5 miliar atau luas bangunan lebih dari 150 m2
  • Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv),
  • minibus, dan sejenisnya, dengan harga jual lebih dari Rp 2 miliar atau dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc dan/atau
  • Kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dengan harga jual lebih dari Rp 300 juta atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250 cc.

Pada rencana sebelumnya, Kemenkeu memasukkan beberapa barang lain yang dikenakan pajak barang mewah, seperti :
  • Perhiasan (berlian, emas, intan, dan batu permata) dengan harga jual lebih dari Rp 100 juta.
  • Jam tangan denganharga jual lebih dari Rp 50 juta.
  • Tas harga jual lebih dari Rp 15 juta.
  • Sepatu harga jual lebih dari Rp 5 juta.

Sumber: http://finance.detik.com/

Kamis, 26 Februari 2015

Transaksi Jual Beli Online Akan Dikenakan Pajak

transaksi-jual-beli-online-akan-dikenakan-pajak-slu9IbNglx
Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Kementerian Keuangan menerapkan pengenaan pajak untuk e-commerce. Nantinya, kebijakan ini akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan segera keluar dalam waktu dekat.
"Ini dalam waktu cepat. Karena pak menteri keuangan juga inginkan supaya bisa dilakukan dalam rangka capai target pajak, itu juga merupakan roadmap kearah sana," ucap Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo kepada Okezone di Istana Negara.
Menurut Mardiasmo, saat ini pihaknya bersama Direktorat Jenderal Pajak sudah membuat Tim Optimalisasi Penerimaan Pajak (TOPP). Pembentukan ini agar dapat mencapai target penerimaan pajak yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tahun ini yang sekira Rp1.300 triliun.
"Saya ketua TOPP, jadi mau dimasukkan keperimbangan perpajakan, jadi kita akan mengembangkan pajak terhadap e-commerce, yang digital itu," jelasnya.
Mardiasmo menambahkan, dalam implementasinya juga akan menggandeng pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika.
"Itu nanti kita kembangkan. Dengan Kemkominfo dia kan provider-nya, cara pengenaan seperti apa, caranya hitung bagaimana," imbuhnya.
Saat ditanya berapa besaran pajak yang bakal dikenakan untuk e-commerce, Mardiasmo masih belum mengetahui. Namun, dirinya menyebut, pengenaan pajak ini akan diarahkan kepada peningkatan Pajak Penambahan Nilai (PPN) sesuai besaran harga barang tersebut yang berada di e-commerce.
"Yang penting ada objek pajak terhadap itu, nah nanti kita setelah itu meng-adjust, kalau itu berhubungan PPN berarti tarif PPN-nya. Misalnya mengenai PPN terhadap objeknya seperti itu. Jadi itu hanya medianya menggunakan fasilitas online, jadi jenis pajaknya sesuai peraturan perundangan perpajakan. Kan selama ini enggak terkena pajaknya. Jadi kalau misal kena PPN itu 10 persen," ungkapnya.
Lanjut Mardiasmo mengungkapkan, penetapan pajak e-commerce ini akan berlaku untuk semua transaksi secara online.
"Kan transaksi itu belum tersentuh. Misalnya lakukan transaksi melalui google dan lain-lain, itu harus dikenakan juga. Kalau enggak di sana bayar, tapi pas lewat website enggak bayar. Kan enggak fair," tukasnya.

Sumber: http://economy.okezone.com/