Jakarta, RifanFinancindo - Difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae yang sangat mudah menular dan berbahaya karena dapat menyebabkan kematian akibat obstruksi larings atau miokarditis dikarenakan aktivasi eksotoksin.
Penyakit ini menular melalui droplet (partikel air kecil seperti hujan rintik-rintik yang mungkin dihasilkan ketika seseorang batuk atau bersin). Penularan dapat terjadi tidak hanya dari pasien saja, namun juga dari karier (pembawa) baik anak maupun dewasa yang tampak sehat kepada orang-orang di sekitarnya.
"Kejadian ini sudah bertaraf nasional, bukan di beberapa daerah lagi, ini merupakan indikator bahwa program imunisasi nasional tidak mencapai sasaran. Oleh karena itu, dalam menghadapi dan mengatasi masalah difteri, kita harus memperbaiki pelaksanaan program imunisasi secara menyeluruh. Hal tersebut penting untuk mendapat perhatian yang serius dari semua kalangan kesehatan, khususnya dokter spesialis anak," ungkap ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Aman Bakti Pulungan, SpA.
Menurutnya, adanya gerakan antivaksin yang sedang marak akhir-akhir ini telah menyebabkan banyak orang tua menolak anaknya untuk diimunisasi. Padahal, program imunisasi sebagai program nasional seharusnya diikuti dan dilaksanakan oleh semua masyarakat. Kelompok anti vaksinasi pun perlu diatasi dengan cara pendekatan tersendiri dan terencana.
"Seruan antivaksin bukan main-main, bisa bikin wabah bermunculan ke mana-mana. Kalau orang tua yang galau ini (antivaksin) sampai 40 persen dari populasi, maka wabah bisa bangkit kembali," tambahnya.
Ia menjelaskan bahwa kejadian luar biasa pada difteri harus segera diatasi secara terencana, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Begitu juga dengan edukasi mengenai imunisasi harus diberikan oleh setiap petugas kesehatan pada setiap kesempatan bertemu orang tua pasien.
Difteri akhir-akhir ini mewabah hampir di seluruh Indonesia . Data yang dirilis Pos Kedaruratan Kesehatan Masyarakat atau Public Health Emergency Operating Center (PHEOC) Kementerian Kesehatan melihat kasus difteri di 23 provinsi per 23 November 2017. Difteri tak hanya menyerang farings, namun juga tonsil, bahkan hidung dan kulit.
sumber: detik
Baca juga:
- Penipuan Berkedok Perdagangan Berjangka Komoditi Marak di Indonesia | PT Rifan Financindo
- Rifan Financindo Berjangka Gelar Sosialisasi Cerdas Berinvestasi | PT Rifan Financindo Berjangka
- PT Rifan Financindo Berjangka Buka Workshop Apa Itu Perusahaan Pialang, Masyarakat Harus Tahu | PT Rifan Financindo Berjangka Axa
- Kerja Sama dengan USU, Rifan Financindo Siapkan Investor Masa Depan | Rifan Financindo
- Pialang Berjangka PT Rifan Bidik 200 Investor Baru di Semarang | PT Rifan
- Rifan Financindo Intensifkan Edukasi | RifanFinancindo
- Rifan Financindo Berjangka Incar Kenaikan Nasabah 53% di Jawa Tengah | Rifan Financindo Berjangka
- Rifan Financindo Optimistis Transaksi 500.000 Lot Tercapai | Rifan
- Sharing & Diskusi Perusahaan Pialang Berjangka PT. RFB | PT. Rifan Financindo Berjangka
- PT Rifan Financindo Berjangka Optimistis PBK Tetap Tumbuh di Medan | PT. Rifan
- Bisnis Investasi Perdagangan Berjangka Komoditi, Berpotensi tapi Perlu Kerja Keras | Rifan Berjangka
- JFX, KBI dan Rifan Financindo Hadirkan Pusat Belajar Futures Trading di Kampus Universitas Sriwijaya | PT. Rifan Financindo
- RFB Surabaya Bidik 250 Nasabah Baru hingga Akhir Tahun | PT RifanFinancindo
- PT RFB Gelar Media Workshop | PT RFB
- Mengenal Perdagangan Berjangka Komoditi, Begini Manfaat dan Cara Kenali Penipuan Berkedok PBK | PT RifanFinancindo Berjangka