AXA Tower Kuningan City

COMODITY

Sesuatu benda nyata yang relatif mudah di perdagangkan, yang biasanya dapat dibeli atau dijual oleh Investor melalui bursa berjangka

PT. RIFAN FINANCINDO BERJANGKA

Jl. Prof. DR. Satrio Kav. 18 Kuningan Setia Budi, Jakarta 12940 Telp : (021)30056300, Fax : (021)30056200

Transaksi anda kami jamin aman dari virus, hacker atau gangguan sejenisnya. Karena trading platfoen kami telah terproteksi sangat baik

Tampilkan postingan dengan label BI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BI. Tampilkan semua postingan

Rabu, 30 Mei 2018

Siap-siap Bunga Bank Naik | PT Rifan Financindo

Jakarta, Rifan Financindo - Bank Indonesia (BI) baru saja mengumumkan untuk kenaikan suku bunga acuan atau BI 7 day repo rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,5%. 

Kemudian BI juga menaikkan bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25%, berlaku efektif sejak 18 Mei 2018.

Bagaimana dengan bunga deposito dan kredit di perbankan? 

Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiaatmadja menjelaskan kenaikan ini memang akan mempengaruhi suku bunga deposito dan bunga kredit perbankan.

"Mungkin bunga deposito perlu disesuaikan antara 25 bps atau 50 bps," kata Jahja saat dihubungi detikFinance, Jumat (18/5/2018).

Dia menjelaskan sedangkan untuk bunga kredit dirasa belum perlu dinaikkan. Dibutuhkan beberapa waktu ke depan. "Bunga kredit belum perlu naik dulu, harus diamati dalam satu hingga dua bulan kemudian," ujar dia.

Direktur Utama Bank Mayapada Hariyono Tjahjarijadi menjelaskan kenaikan bunga acuan ini akan mempengaruhi bunga dana di bank. Namun jika dikendalikan dengan baik maka bank tak perlu menyesuaikan bunga kredit.

"Kalau bisa dikendalikan dengan baik maka bank tidak perlu menaikkan bunga kredit. Memang akan berbeda dampak di masing-masing bank tergantung kondisi dan kebijakannya. Bisa ada kenaikan dan bisa minim," imbuh dia.

Berdasarkan data BI rata-rata suku bunga deposito tercatat 5,84% dan bunga kredit 11,2%. Pertumbuhan kredit pada Maret 2018 tercatat sebesar 8,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 8,2% (yoy). RifanFinancindo


sumber: detik

Baca juga:

Rabu, 07 Maret 2018

Dolar AS Diprediksi Tak Bakal Tembus Rp 14.000 | PT Rifan Financindo

Jakarta, Rifan Financindo - Nilai tukar dolar terhadap rupiah diprediksi tak bakal melewati angka Rp 14.000. Kepala Riset Ekuator Swarna Sekuritas David Sutyanto mengatakan, kondisi fundamental ekonomi dalam negeri Indonesia saat ini dirasa cukup kuat menahan gempuran sentimen kebijakan penaikan suku bunga yang akan dilakukan Amerika Serikat (AS). 

"Overall, kalau lihat seminggu terakhir, top nya pernah sampai mau mendekati Rp 13.800. Tapi sekarang kan masih di kisaran Rp 13.700-an kan, jadi harusnya nothing to worry. Tapi memang kondisinya masih menekan kita," katanya kepada detikFinance saat dihubungi, Senin (5/3/2018).

"Ekspektasi kami sih tak lebih dari di kisaran 13.900-an. Jangan sampai lewat dari Rp 14.000. Fundamental kita cukup bagus. Bunga cukup oke. Masalahnya cuma di AS aja yang mau tingkatkan suku bunga. Di fundamental kita cukup baik," tambahnya.

Namun demikian, David memprediksi rupiah akan terus tertekan menuju penyelenggaraan Federal Open Market Committee (FOMC) oleh Bank Sentral AS The Fed di minggu ketiga Maret ini. 

"Sentimen akan masih berlangsung menekan ke kita. Karena di Amerika sekarang ekonominya agak agresif. Kalau agresif kan pasti akan tekan mata uang yang lain. Dan ini juga bukan hanya terjadi di Indonesia saja, tapi mata uang negara lain juga sama," katanya.

Seperti diketahui, nilai tukar dolar terhadap rupiah saat ini masih terus tertekan hingga berada di kisaran Rp 13.750. Dalam kurun waktu lima hari terakhir, dolar yang sempat mencatat pelemahan di angka Rp 13.288 pada Kamis 1 Maret 2018, sampai hari ini terus merangkak naik hingga parkir di angka Rp 13.755 siang ini. 


sumber: detik


Baca juga:

Rabu, 07 Februari 2018

Ekonomi RI Tumbuh 5,07% Sepanjang 2017 | PT RFB

Jakarta, Rifan FinancindoBadan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal IV-2017 sebesar 5,19% secara year on year (yoy). Namun, secara kumulatif pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2017 tercatat 5,07%. Secara kuartalan pertumbuhan ekonomi Indonesia melemah ke 1,70%.

Demikian disampaikan Kepala BPS Kecuk Suhariyanto dalam konferensi persnya di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (5/1/2018).

"Dengan berbagai catatan peristiwa, BPS melakukan perhitungan dan ekonomi Indonesia pada kuartal IV itu tumbuh 5,19% secara yoy. Jikalau digabung kumulatifnya pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2017 tumbuh 5,07%," sebut Suhariyanto.

Ia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi tersebut juga didukung dari kondisi perekonomian dalam negeri, di mana inflasi tercatat 0,92% pada kuartal IV-2017 dibandingkan kuartal III-2017.

Pertumbuhan ekonomi juga terjadi di beberapa negara mitra dagang Indonesia, hanya Singapura yang melambat. 

Pertumbuhan ekonomi Tiongkok di kuartal IV-2017 menguat 6,8% sama dengan kuartal sebelumnya. Ekonomi Inggris menguat dari 2,3% ke 2,5% di kuartal IV-2015. Jepang menguat dari 1,5% ke 2,0%. Sementara Singapura melambat dari 5,4% ke 3,1%. 


sumber: detik


Baca juga:

Rabu, 25 November 2015

Disentil JK Turunkan Suku Bunga, Agus Marto: BI Jaga Rupiah

Disentil JK Turunkan Suku Bunga, Agus Marto: BI Jaga Rupiah
Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Ada yang seru dalam gelaran Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (BI) 2015 tadi malam. Di tengah kuatnya BI menahan tingkat suku bunga acuannya atau BI rate, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) justru secara menggebu dan blak-blakan meminta BI rate diturunkan.

Hal itu disampaikan JK langsung kepada Gubernur BI Agus Martowardojo di hadapan para bankir. Memang, dua mazhab mereka berbeda. BI sebagai otoritas moneter menginginkan stabilitas, sementara pemerintah mendorong pertumbuhan.

Tentu, keduanya akan sulit jika harus dilakukan bersamaan. Salah satu harus mengalah. Apa komentar Agus?

"Pak Wapres mengingatkan pada kita semua bahwa BI adalah otoritas moneter dan dari mandat UU yang diberikan pada BI adalah untuk menjaga stabilitas nilai tukar dengan menjaga inflasi dan nilai tukar terhadap mata uang lainnya," jelas dia usai Pertemuan Tahunan BI 2015, di Assembly Hall JCC, Senayan, Selas (24/11/2015).

Sesuai dengan amanat tersebut, Agus mengatakan, sudah sepatutnya BI menjaga baik-baik fluktuasi nilai tukar rupiah.

Jika BI rate diturunkan, ada kekhawatiran aliran dana asing keluar karena ada kemungkinan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunganya tahun ini.

Selain itu, inflasi juga harus dijaga di level rendah agar daya beli masyarakat tidak tertekan.

Di sisi lain, pemerintah ingin mendorong pertumbuhan ekonomi agar bisa terus meningkat. Saat ini kondisinya memang melambat.

JK menilai, dengan suku bunga rendah, permintaan kredit bisa meningkat yang pada akhirnya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Pemerintah itu tujuan utama daripada kegiatan dan aktifitasnya adalah untuk mengejar pertumbuhan ekonomi dan menyediakan lapangan kerja, tetapi sebetulnya dengan inflasi yang rendah dan nilai tukar yang terjaga, itu nanti menciptakan masyarakat yang sejahtera dan makmur," paparnya.

Agus menyebutkan, BI tidak ingin mengulang tingginya angka inflasi di tahun 2013-2014. Saat itu, angka inflasi mencapai 8%.

"Sekarang inflasinya di tahun 2015 di akhir tahun akan di bawah 4%, kalo indo bsia terus jaga inflasi rendah dan stabil ini baik sekali. Karena negara-negara tetangga kita di ASEAN itu hampiir semua yang besar-besar tu inflasinya hampir 3%. Nah kalau Indonesia sudah bisa mengarah kesitu akan baik," katanya.

Dengan inflasi rendah dan didukung nilai tukar rupiah, Agus mengungkapkan, pelonggaran kebijakan moneter bisa disesuaikan.

"Kalau inflasinya sudah rendah, kalau nanti kondisi eksternalnya kita sudah lebih stabil itu bisa membuat tingkat bunga menjadi lebih rendah ya," ucap dia.

Meski demikian, perlu diperhatikan juga faktor eksternalnya.

"Tetapi kita mesti hati-hati pada saat kondisi eksternal dan dunia masih tidak stabil, kalau tidak hati-hati dalam mengelola moneter itu bisa bikin nilai tukar jatuh, atau pun kondisi masalah likuiditas bisa berpengaruh," kata dia.

Jadi, tambah Agus, ke depan pemangku kepentingan harus saling mengkonfirmasi dan koordinasi. Arah BI rate juga akan disesuaikan dengan kondisi eksternal.

"Kita lihat 3 kondisi utama yaitu perkembangan di AS, perkembangan di harga komoditi yang terus melemah, dan perkembangan di Eropa maupun China," pungkasnya.

Sumber: http://finance.detik.com/

Jumat, 23 Oktober 2015

BI Prediksi Inflasi Tahun Ini di Level 3,6%

BI Prediksi Inflasi Tahun Ini di Level 3,6%
Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Fundamental perekonomian Indonesia saat ini masih dalam kondisi baik. Salah satu indikatornya adalah tingkat inflasi yang terus menurun.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan, tingkat inflasi di tahun 2015 akan berada di bawah 4% atau tepatnya di level 3,6%. Angka ini jauh di bawah inflasi yang ditargetkan sebelumnya di level 4% plus minus 1%.
"Saat pembahasan di RDG terakhir kami lihat bahwa inflasi di akhir 2015 akan di bawah 4%. Dan kalau ini bisa dipertahankan, maka di 2015 akan di kisaran 3,6%," ujar Gubernur BI Agus Martowardojo usai Rapat FKSSK, di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (22/10/2015) malam.
Agus menjelaskan, perbaikan kondisi ekonomi Indonesia juga terlihat dari angka neraca transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) yang terus menurun.
Di kuartal III-2015, BI memperkirakan CAD akan di bawah 2%, atau tepatnya 1,8%, sehingga sepanjang tahun 2015, angka CAD akan berada di kisaran 2-2,1%.
Angka ini lebih baik dibandingkan tahun lalu yang masih di angka 3,1%.
"Maka sepanjang tahun secara konsisten kondisi yang dicapai lebih baik dibanding 2014. Maka sepanjang 2015 akan terlihat bahwa CAD yang defisit 3,1% di 2014 akan membaik 2% atau 2,1% di 2015," sebut dia.
Agus juga menyebutkan, kondisi ini juga didukung neraca perdagangan yang surplus di Januari-September 2015.
Hal ini jelas menunjukkan kondisi perbaikan fundamental ekonomi Indonesia.
Namun, lanjut Agus, yang juga harus diwaspadai adalah soal perkembangan eksternal terutama 3 aspek, yaitu pertumbuhan ekonomi China yang cenderung melemah.
Kedua, soal normalisasi kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (the Fed), di mana ada ketidakpastian apakah suku bunga The Fed akan naik di tahun 2015 atau 2016.
"Ketidakpastian ini perlu jadi perhatian kita," katanya.
Ketiga, berlanjutnya penyesuaian harga komoditas. Kondisi ekonomi domestik saat ini mengarah menuju penguatan, tapi harus tetap memperhatikan kondisi eksternal.
"Kami akan lakukan satu perubahan kebijakan sepenuhnya bila didukung data," pungkasnya.

Sumber: http://finance.detik.com/

Jumat, 04 September 2015

BI: Melemahnya Rupiah Tidak Berarti Indonesia Krisis Ekonomi

ragam-reaksi-pemerintah-bi-pengusaha-soal-jebloknya-rupiah-ke-rp14-ribu-MrU9ZiXs7e
Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Bank Indonesia meminta semua pihak agar tidak menyamakan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, dengan Indonesia dalam kondisi krisis ekonomi.

"Indonesia masih jauh dari krisis, melemahnya nilai tukar rupiah tidak serta merta krisis, ada banyak faktor (yang terjadi) jika krisis ekonomi, tidak fair jika hanya menilai dari nilai tukar rupiah saja," kata Kepala Grup Riset Ekonomi Direktorat Kebijakan Ekonomi Bank Indonesia, Yoga Affandi, di Bengkulu Kamis (3/9/2015).

Negara dikatakan krisis ekonomi, jika pertumbuhan perekonomian anjlok, inflasi tidak terkendali, harga mata uang jatuh, serta terjadi kekacauan politik hukum dan keamanan.

"Sedangkan kita, pertumbuhan ekonomi masih positif walau mengalami perlambatan, begitu juga inflasi, kita yakin akhir tahun inflasi sesuai target yakni empat plus minus satu," kata dia.

Pelemahan nilai tukar rupiah kali ini kata Yoga lebih disebabkan faktor eksternal, karena kondisi perekonomian global yang belum pulih.

China yang merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor komoditas yang dihasilkan Indonesia, menerapkan kebijakan devaluasi mata uang, sehingga berpengaruh terhadap harga dan permintaan komoditas.

Sementara kondisi perekonomian Amerika Serikat sedang tumbuh positif, dan terjadi penguatan mata uang, pengaruh tersebut tidak hanya dirasakan oleh Indonesia, tetapi hampir seluruh negara di dunia.

"Kita menyebutnya fenomena kali ini, yakni super dollar, terjadi penguatan yang cukup signifikan, bahkan ringgit Malaysia lebih merosot dari kita," katanya.

Tiga siklus global yang dihadapi Indonesia saat ini hendaknya ditanggapi berbagai pihak dengan cermat, dan tidak menyebarkan isu yang membuat kecemasan ekonomi.

"Siklus yang kita harus hadapi yakni, pertumbuhan ekonomi global, problem harga komoditas, serta siklus finansial. Memang berat, tapi kita yakin bisa bertahan," ujarnya.

Bahkan Indonesia jauh lebih baik nilai tukar mata uangnya, jika dibandingkan, negara Brasil, Meksiko, Afrika Selatan, Turki bahkan Malaysia.


Sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/

Selasa, 25 Agustus 2015

Ragam Reaksi Pemerintah, BI & Pengusaha soal Jebloknya Rupiah ke Rp14 Ribu

ragam-reaksi-pemerintah-bi-pengusaha-soal-jebloknya-rupiah-ke-rp14-ribu-MrU9ZiXs7e
Jakarta, Rifan Financindo Berjanka - PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) mengundang para pengusaha dan para menteri bidang ekonomi untuk berdialog mengenai jatuhnya nilai tukar dan IHSG. Tercatat pada perdagangan Senin 24 Agustus, nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menembus level psikologis Rp14.000 per USD dan IHSG rontok sebesar 5 persen.
Sore harinya Jokowi pun langsung mengumpulkan para pengusaha, baik sektor swasta hingga BUMN untuk mengadakan rapat terbatas (ratas) membahas perkembangan ekonomi terkini di Istana Kepresidenan Bogor. Para pengusaha ini terdiri dari berbagai bidang, mulai dari perbankan, energi, pertambangan, konstruksi, pesawat terbang hingga investasi. Hadir pula Chief Executive Officer (CEO) MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT) yang memberikan beberapa usulan kepada Jokowi.
Dalam sambutannya, Jokowi tidak ingin menjelaskan situasi ekonomi Indonesia yang sekarang kini dihadapi. "Tetapi, dalam kondisi seperti ini, memang kita harus punya tekad, punya bahasa yang santun, punya tindakan respons yang cepat sehingga problem-problem yang ada segera bisa kita atasi," kata Jokowi di depan para pengusaha.
Usai ratas, para pengusaha, menteri, gubernur BI dan ketua DK OJK keluar secara bersamaan dengan menyampaikan beberapa statement hasil pertemuan tersebut. Banyak hal yang disampaikan dari pertemuan tersebut, mulai dari keluhan pengusaha, apa yang harus dilakukan pemerintah, hingga soal Rupiah serta deregulasi aturan untuk memperbaiki iklim investasi.
Berikut kutipan para menteri dan pengusaha mengenai situasi jatuhnya Rupiah, yang dirangkum Okezone:
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution
Dirinya menjelaskan, dalam pertemuan tersebut, tidak membahas secara langsung anjloknya nilai tukar Rupiah. Pertemuan tersebut lebih kearah tukar pendapat dan memberikan saran hingga kritik kepada pemerintah dari pengusaha untuk mengatasi perlambatan pertumbuhan ekonomi.
"Hari ini bukan menjawab situasi hari ini. Ini untuk menjawab perkembangan belakangan ini yang belum muncul juga obatnya," kata Darmin.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro
Mantan kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) ini menyatakan, dalam pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan para pengusaha nasional, baik sektor swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyepakati akan bergerak bersama dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
"Intinya mendorong swasta BUMN dan Pemerintah sama-sama gerak. Bagus mereka juga semangat," kata Bambang.
Gubernur BI Agus Martowardojo
Bank Indonesia pun membantah pemanggilan para pengusaha serta para menteri ekonomi adalah kepanikan Presiden Jokowi akibat anjloknya nilai tukar Rupiah yang menembus level psikologis mencapai Rp14.000 per USD.
"Enggak (panik), justru ini kita melihat semuanya dilakukan kordinasi dengan baik. Justru pemerintah yang tidak melakukan koordinasi itu yang tidak menyikapi dengan baik," tegas Agus.
Pengusaha
CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo menyebut, kondisi perekonomian Indonesia saat ini tidak seburuk apa yang digambarkan beberapa pihak. Pemerintah dan pengusaha telah sepakat akan terus berkoordinasi dalam mengatasi perlambatan pertumbuhan ekonomi.
"Intinya tadi Pak Presiden, Pak Wapres, dan seluruh jajaran menteri, Pak Luhut, Gubernur BI, Pak Darmin memiliki perspektif bahwa kita tidak seburuk apa yang digambarkan," terang HT.
Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) Franciscus Welirang
Dia mengatakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tak hanya terjadi di Indonesia, namun juga terjadi di negara lainnya.
“Itu (IHSG jeblok) bukan hanya di sini doang, termasuk di mana-mana, tak hanya di Indonesia,” ucapnya.
Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja
Kondisi likuiditas perbankan cukup baik di tengah gejolak perlambatan ekonomi.
Pasalnya, di tengah perlambatan pertumbuhan perekonomian Indonesia, mulai dikhawatirkan banyak pihak akan terjadi krisis ekonomi seperti 1998 dan 2008. Hal ini mengacu anjloknya nilai tukar Rupiah di level psikologis mencapai Rp14.000 per USD dan runtuhnya IHSG mencapai 5 persen. Namun, pihak Bank Indonesia (BI) sudah membantahnya.
"Secara umum mengenai ekonomi terkini. Ya diminta masukan, kita situasi amanlah, likuiditas cukup, uang banyak, jadi enggak perlu dikhawatirkan," kata Jahja.
Sementara itu, beberapa pengusaha juga ada yang mengeluh beberapa sektor, seperti sektor perbankan, energi, konstruksi, hingga penerbangan.

Sumber: http://economy.okezone.com/

Kamis, 30 Juli 2015

Cadangan Devisa RI Kian Tergerus Sejak Awal Tahun

cadangan-devisa-ri-kian-tergerus-sejak-awal-tahun-PPYjl81r0L
Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Jumlah cadangan devisa Indonesia sejak awal tahun terus mengalami penurunan. Tercatat, penurunan terjadi mulai Februari hingga Juni 2015.
Menurut data yang dihimpun Okezone, cadangan devisa Indonesia sempat mengalami kenaikan pada Februari 2015. Namun hingga akhir tahun cadangan devisa terus turun sejalan dengan nilai tukar rupiah yang tertekan terhadap dolar.
Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Februari 2015 tercatat sebesar USD115,5 miliar, meningkat USD1,3 miliar dari posisi akhir Januari 2015 sebesar USD114,2 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan peningkatan cadangan devisa tersebut terutama berasal dari devisa hasil ekspor migas bagian pemerintah yang melebihi pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
Kemudian pada Maret 2015, posisi cadangan devisa Indonesia akhir Maret 2015 tercatat sebesar USD111,6 miliar.
Menurut Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs, penurunan cadangan devisa tersebut dipengaruhi oleh peningkatan pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri Pemerintah dan dalam rangka stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamental.
Namun, cadangan devisa kembali terjun bebas dalam kurun waktu tiga bulan berturut-turut. Secara bertahap posisi cadangan devisa turun mulai dari akhir April 2015 sebesar USD110,9 miliar, akhir Mei 2015 sebesar USD110,8 miliar, dan Juni 2015 sebesar USD108,0 miliar.
Kendati demikian, Tirta Segara menyebutkan, posisi cadangan devisa per akhir Juni 2015 masih cukup membiayai 7 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan," imbuh Tirta.

Sumber: http://economy.okezone.com/

Kamis, 11 Juni 2015

BI: Rupiah Masih dalam Posisi Fundamental

Photo illustration of Indonesian rupiah notes
Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sempat berada di level Rp13.385 per USD. Rupiah belum beranjak dari level Rp13.300 per USD.
Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Peter Jacobs menyatakan intervensi yang dilakukan BI untuk menjaga volatilitas rupiah.
"BI intervensi untuk menjaga volatilitas Rupiah supaya tidak tinggi," paparnya kepada Okezone, Kamis (11/6/2015).
Sementara itu, pihaknya menyebutkan faktor pelemahan Rupiah masih di dominasi oleh faktor eksternal. Pihaknya menyatakan meskipun melemah, Rupiah masih berada dalam posisi fundamentalnya.
"Fundamental itu juga berhubungan dengan situasi eksternal. Kalau global berubah maka Rupiah ikut terpengaruh, kalau fundamental kuat maka pengaruh global minimal," tukasnya.
Sumber: http://economy.okezone.com/

Rabu, 29 April 2015

BI Nilai Hanya Perekonomian Amerika Yang Perkasa Saat Ini

images (2)
Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Faktor melemahnya kondisi ekonomi global membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ditargetkan 5,7 persen sesuai APBN-Perubahan 2015 akan terganggu. Menurut Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS-BI) Mirza Adityaswara, hanya ekonomi Amerika Serikat (AS) yang perkasa di dunia saat ini.
"Jadi di dunia ini semuanya melemah, kecuali di AS saja," ucap Mirza di Istana Negara, Jakarta, Rabu (29/4/2015).
Mirza pun mencontohkan ekonomi China yang sangat melambat pada tahun ini, jika dibandingkan lima tahun lalu. Dengan melambatnya ekonomi China, tentu akan mengganggu pasar ekspor Indonesia.
"Di China lima tahun lalu tumbuh 10 persenan. Sekarang tumbuh 6,8 persenan, kan jadi lambat sekali," paparnya.
Saat ditanya berapa realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I-2015, Mirza enggan menjawabnya. Dirinya hanya menyebut, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2015 akan lebih rendah.
"Kan angkanya belum keluar. Tunggu saja. Kalau kuartal I ini kan baru awal. Kuartal I ini memang pola pengeluaran itu selalu rendah, tetapi kuartal II dan III akan lebih cepat. Pengeluaran pemerintah di kuartal I memang biasanya masih rendah, tapi kuartal II-III cepat. Kalau lihat polanya, kuartal II-III lebih baik," tukasnya.

Sumber: http://economy.okezone.com/

Pasar Keuangan Makin Seksi dengan Lima Pilar Ini

1359352091111-PERMATA3780x390
Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Bank Indonesia (BI) mencatat ada lima pilar utama dalam program pendalaman pasar uang dan valas. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan daya tarik pasar keuangan.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Solikin M Juhro, menjelaskan bahwa lima pilar utama tersebut ialah instrumen dan basis investor, regulasi dan standarisasi, infrastruktur pasar, kelembagaan, serta edukasi dan sosialisasi.
"Kelima pilar utama merupakan program pendalaman pasar uang dan valas sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan daya tarik pasar keuangan,"ucapnya di Gedung BI Jakarta, Rabu (29/4/2015).
Dia menjelaskan, pilar pertama adalah instrumen dan basis investor, adapun prioritasnya adalah perluasan basis investor, pembangunan instrumen (investasi, pembiayaan, pengelolaan, likuiditas, dan resiko), serta mendorong tersedianya yield curve dan acuan harga.
"Pilar kedua, adalah regulasi dan standarisasi. Prioritas pada kejelasan, harmonisasi, penyesuaian regulasi yang mendukung pasar keuangan, serta standarisasi perjanjian transaksi dan perlakukan akuntansi (transaksi repo)," lanjutnya.
Pilar selanjutnya, adalah terkait dengan infrastruktur pasar. Solikin menjelaskan, prioritas pada upaya peningkatan efisiensi dan transparansi transaksi melalui pengembangan sistem (ETP dan CCP).
Sementara pilar keempat adalah kelembagaan, menurutnya, prioritas pada penguatan dukungan kelembagaan termasuk pembentukan komite nasional pendalaman pasar keuangan, dan lembaga pendukung lainnya.
"Perputaran prioritas keempat pilar utama tersebut diperlukan pilar pendukung yaitu pilar kelia, edukasi dan sosialisasi,"ucapnya.

Sumber: http://economy.okezone.com/

Jumat, 13 Maret 2015

BI Ketar-ketir, Rupiah Nyaris Serempet Rp13.200

dolar12300
Jakarta, Rifan Financindo Berjangka 
- Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah tipis. Rupiah melemah di Rp13.198 per USD.
Melansir Bloomberg Dollar Index, Jumat (13/3/2015), Rupiah pada perdagangan non-delivery forward (NDF) melemah 15 poin ke Rp13.198 per USD, dibandingkan penutupan sebelumnya di Rp13.182 per USD. Angka tersebut nyaris menyerempet garis psikologis Rp13.200 per USD.
Pagi ini, Rupiah bergerak di kisaran Rp13.167-Rp13.199 per USD. Sedangkan pergerakan dalam 52 mingguan di kisaran Rp11.254-Rp13.245 per USD.
Menurut OSO Securities Supriadi mengatakan, Rupiah akan bergerak flat terutama BI menahan di level Rp13.000-an.
"BI sudah sedikit ketar-ketir Rp13.200-an bisa dicapai dalam singkat. Ini kan ketar ketir, dengan tren melemah, apalagi dari awal tahun hingga kemarin itu sudah 7 persen, akan ada campur tangan BI lakukan interversi, Jadi akan cukup datar di kisaran Rp13.000-Rp13.100," ujarnya.
Sementara itu, menurut yahoofinance, Rupiah menguat 15 poin atau 0,11 persen di Rp13.190 per USD. Rupiah bergerak di kisaran Rp13.169-Rp13.221 per USD.

Sumber: http://economy.okezone.com/

Jumat, 06 Maret 2015

BI: Cadangan Devisa Naik Jadi US$ 115,5 Miliar


Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Halim Alamsyah, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), mengungkapkan, cadangan devisa Indonesia naik dari posisi akhir Januari 2015, yang sebesar US$ 114,25 miliar. Cadangan devisa disebut naik menjadi US$ 115,5 miliar di akhir Februari 2015.

"Naik jadi US$ 115,5 miliar," ucap Halim singkat kala ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (6/3/2015).

Terakhir, BI melaporkan cadangan devisa Indonesia sebesar US$ 114,25 miliar pada akhir Januari 2015. Meningkat dari posisi akhir Desember 2014 sebesar US$ 111,9 miliar.

Peningkatan cadangan devisa tersebut berasal dari penerbitan surat utang valas (global bonds) pemerintah, simpanan deposito valuta asing bank-bank di BI, dan hasil ekspor migas. Selain itu, penerimaan pemerintah lainnya dalam valuta asing yang melebihi pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri.

Cadangan devisa pada akhir Januari berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. BI menilai, level cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal, dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.


Sumber: http://finance.detik.com/

Jumat, 27 Februari 2015

Ini Tips dari Bos Sekuritas Agar RI Bisa Terhindar dari Krisis


Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Krisis keuangan memang tidak pernah bisa ditebak kapan datang dan seberapa besarnya. Ekonomi dunia yang saling terhubung membuat peluang terjadinya krisis menjadi lebih besar.

CEO PT Valbury Asia Securities Johanes Soetikno mengatakan, sebagai pelaku pasar keuangan antisipasi yang sangat diperlukan ketika krisis mengancam adalah bersikap tidak panik.

"Krisis itu terjadi kalau kita sebagai pelaku tak siap dan panik. Timbulnya suatu keadaan yang disebut krisis itu karena kaget," ungkapnya di Gedung Radius Prawiro, komplek Bank Indonesia (BI), Jakarta, Jumat (27/2/2015).

Kesiapan bagi pelaku pasar keuangan, menurut Johanes cukup sederhana. Yaitu dengan mengikuti semua aturan yang sudah diterbitkan oleh otoritas terkait seperti pemerintah, BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

"Kalau mengikuti rambu-rambu yang sudah ditetapkan oleh otoritas, pasti industrinya jadi kuat," tegas Johannes.

Ia menambahkan, krisis selalu terjadi dengan alasan yang berbeda-beda. Bila melihat sebelum 2000, krisis lebih disebabkan masalah likuiditas, utang luar negeri, dan sebagainya.

"Karena dulu dolar murah, suku bunga rendah. Jadi orang pinjam duit dari luar, terus bawa ke sini ditukarkan ke rupiah saja. Sudah untung kan," jelasnya.

Berbeda dengan masa setelah 2000, sektor keuangan menjadi lebih berhati-hati dalam mengambil langkah bisnis. Namun karena ekonomi lebih terbuka, setiap negara menjadi saling terkait. Termasuk saat ada masalah.

Sumber: http://economy.okezone.com/