Kamis, 31 Juli 2025

Kinerja Saham Unggulan: Teknologi dan Energi Tetap Menonjol

 


PT Rifan Financindo Berjangka - Pasar saham Asia bergerak bervariasi pada perdagangan terbaru, mencerminkan ketidakpastian yang masih menyelimuti negosiasi dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Para pelaku pasar menilai perkembangan hubungan ekonomi dua negara raksasa tersebut sebagai indikator utama arah pasar global dalam jangka pendek. Indeks Nikkei 225 di Jepang ditutup melemah sebesar 0,4%, dipengaruhi oleh penguatan yen terhadap dolar AS yang menekan eksportir. Sementara itu, indeks Kospi Korea Selatan menguat 0,6%, ditopang oleh kinerja sektor teknologi yang kembali mencatat rebound setelah aksi jual sebelumnya. Di sisi lain, indeks Hang Seng Hong Kong mencatat kenaikan tipis 0,2%, namun investor tetap berhati-hati menjelang keputusan suku bunga The Fed dan hasil pertemuan bilateral dagang AS-Tiongkok. Di daratan Tiongkok, indeks Shanghai Composite stagnan, nyaris tidak berubah, dengan pelaku pasar menunggu stimulus tambahan dari pemerintah pusat.

Ketegangan Dagang AS-Tiongkok: Fokus Investor Dunia

Ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok kembali mencuat ke permukaan seiring dengan negosiasi yang dinilai belum menunjukkan kemajuan signifikan. Delegasi dari kedua negara telah melakukan pembicaraan awal secara daring, namun belum ada indikasi kesepakatan konkrit dalam waktu dekat. Pemerintahan AS di bawah Presiden saat ini terus menekan Beijing untuk membuka akses pasar yang lebih luas serta mengurangi subsidi sektor industri strategis. Sebaliknya, pihak Tiongkok menuntut pencabutan tarif tambahan yang diterapkan sejak eskalasi perang dagang 2018 lalu. Hal ini menimbulkan ketidakpastian yang luas terhadap rantai pasokan global, khususnya di sektor teknologi, semikonduktor, dan otomotif, yang bergantung besar pada hubungan dagang dua negara tersebut.

Dampak Kebijakan Moneter AS terhadap Pasar Asia

Selain ketegangan geopolitik, investor juga mencermati arah kebijakan moneter Federal Reserve. Ekspektasi pasar saat ini mengarah pada kemungkinan penurunan suku bunga acuan pada kuartal keempat 2025 jika inflasi AS terus melandai. Langkah ini dinilai akan memberikan ruang bagi negara berkembang, termasuk di kawasan Asia, untuk memperlonggar kebijakan moneternya tanpa menimbulkan tekanan nilai tukar. Yen Jepang menguat terhadap dolar AS ke level JPY 153,20/USD, memicu kekhawatiran bahwa penguatan mata uang akan menggerus laba eksportir besar seperti Toyota dan Sony. Di sisi lain, rupiah Indonesia stabil di kisaran Rp15.780/USD, seiring intervensi Bank Indonesia di pasar valas.


Sektor teknologi memimpin kenaikan di beberapa bursa utama Asia. Di Korea Selatan, Samsung Electronics dan SK Hynix naik lebih dari 1%, berkat permintaan yang meningkat untuk chip memori dan server AI. Di Hong Kong, Alibaba dan Tencent juga mencatat kenaikan moderat setelah rilis data penjualan ritel daring yang menunjukkan pertumbuhan tahunan lebih dari 10%. Sementara itu, saham sektor energi seperti PetroChina dan Sinopec menguat didorong oleh lonjakan harga minyak mentah global yang kembali berada di atas USD 82 per barel akibat ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

Outlook Ekonomi Kawasan: Risiko Masih Dominan

Prospek ekonomi kawasan Asia tetap dibayangi risiko, terutama dari faktor eksternal seperti konflik dagang, gejolak geopolitik, dan perubahan kebijakan moneter negara maju. Meski demikian, beberapa negara dengan fondasi makroekonomi yang kuat seperti India dan Indonesia diprediksi mampu mempertahankan pertumbuhan di atas 5% hingga akhir tahun. Kebijakan fiskal ekspansif, peningkatan belanja infrastruktur, dan transformasi digital menjadi penopang utama ketahanan ekonomi domestik. Namun, investor tetap perlu mencermati volatilitas jangka pendek yang dapat mengganggu kestabilan pasar.

PT Rifan Financindo Berjangka - Glh

Sumber : NewsMaker

0 komentar:

Posting Komentar